Sabtu, 17 September 2011

Landasan Media Pembelajaran

LANDASAN MEDIA PEMBELAJARAN
A. Landasan Psikologis Media Pembelajaran
Landasan psikologis penggunaan media pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi pebelajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi.Walaupun telah diketahui adanya pandangan yang berbeda ten-tang belajar dan bagaimana belajar itu terjadi, namun dapat dikatakan bahwa belajar itu adalah suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku oleh adanya peng-alaman. Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya pengetahuan, diperolehnya ketrampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang telah belajar. Pengetahu-an dan pengalaman itu diperoleh melalui pintu gerbang alat indera pebelajar karena itu di-perlukan rangsangan (menurut teori Behaviorisme) atau informasi (menurut teori Kognitif), sehingga respons terhadap rangsangan atau informasi yang telah diproses itulah hasil belajar diperoleh.
Selain itu proses belajar terjadi secara individual atau perseorangan, sehingga apa yang terjadi pada pebelajar A dan pebelajar B terhadap rangsangan atau informasi yang sama tidak pernah menghasilkan perolehan belajar yang sama pula. Upaya yang dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran ialah menyediakan rangsangan dan informasi yang ditata dan diorganisasikan dengan cara yang bermacam-macam agar pebelajar yang memiliki kondisi dan karakteristik yang berbeda-beda dapat memperoleh pengalaman belajar yang optimal. Penyediaan informasi dan pengalaman belajar harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan pebelajar.Tingkat kemampuan yang dimaksud antara lain ialah tingkat berfikirnya.
Jean Piaget mengemukakan bahwa seseorang memiliki tingkatan berfikir sesuai dengan perkembangan usianya. Menurut Piaget perkembangan berfikir itu mulai tingkat sensori motor (0-2th), tingkat pra operasional (2-7th), tingkat operasional kongkrit (7-11th), dan tingkat operasi formal (11-ke atas). Manusia belajar melalui pergaulannya dengan lingkungannya. Dalam pengenalan lingkungan itu, pebelajar melalui tiga tahapan belajar, yaitu tingkat kongkrit, tingkat skematis dan tingkat abstrak.
Dalam proses pembelajaran, pebelajar dapat memperoleh berbagai jenis pengalaman. Edgar Dale mengemukakan jenjang pengalaman itu berdasarkan derajad kekongkritan dan keabstrakannya. Dale menggambarkan jenjang pengalaman itu dalam suatu model yang disebut kerucut pengalaman (the cone of experiences). Melalui bagan yang dibuat Dale membagi jenjang pengalaman itu dapat sepuluh tingkatan, yaitu: pengalaman langsung dan bertujuan, pengalaman pengganti pengalaman langsung, pengalaman yang didramatisasikan, pengalaman melalui kegiatan demontrasi, pengalaman melalui kegiatan widya wisata, pengalaman melalui televisi, pengalaman melalui film atau gambar bergerak, pengalaman melalui rekaman suara, radio dan gambar diam, pengalaman melalui simbol visual dan pengalaman melalui simbol verbal. Dengan berbagai jenjang pengalaman yang diperoleh pebelajar, maka pebelajar akan beroleh pengalaman yang semakin lengkap.
B. Landasan Historis Media Pembelajaran Yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran ialah rational penggunaan media pembelajaran ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran. Untuk mengetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media pembelajaran marilah kita ikuti penjelasan berikut ini.
Perkembangan konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya kon-sepsi pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923.Yang dimaksud dengan alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada pebelajar.
Kemudian kosep pengajaran visual ini berkembang menjadi “audio visual instruction” atau “audio visual education” yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 timbul beberapa variasi nama seperti “audio visual materials”, “audio visual methods”, dan “audio visual devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat atau bahan oleh guru un-tuk memindahkan gagasan dan pengalaman pebelajar melalui mata dan telinga. Pemanfaat-an konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam “Kerucut Pengalaman” dari Edgar Dale.
Perkembangan besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “audio visual communication” pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi dalam pembelajaran, peekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan proses komu-nikasi informasi atau pesan dari sumber (guru, materi atau bahan) kepada penerima (pebelajar). Gerakan komunikasi audio visual memberikan penekakan kepada proses komunikasi yang lengkap dengan menggunakan sistem pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio visual berusaha mengaplikasikan konsep komunikasi, sistem, disain sistem pembelajaran dan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran.
Perkembangan berikutnya terjadi sekitar tahun 1952 dengan munculnya konsepsi “instructional materials” yang secara kosepsional tidak banyak berbeda dengan konsepsi sebelumnya. Karena pada intinya konsepsi ini ialah mengaplikasikan proses komunikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan materi pembelajaran. Beberapa istilah yang merupakan variasi penggunaan konsepsi “instructional materials” adalah “teaching/ learning materials”, “learning resources”.
Dalam tahun 1952 ini juga telah digunakan istilah “educational media” dan “instructional media”, yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami perubahan dari konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut. Puncak perkembangan konsepsi ini terjadi sekitar tahun 1960-an. Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunikasi, pengembangan sistem pembelajaran, dan pengaruh psikologi Behaviorisme, maka muncullah konsep “educational technology” dan/ atau “instructional technology” di mana media pendidikan atau media pembelajaran merupakan bagian dari padanya.
C. Landasan Teknologis Media Pembelajaran Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan belajar bagi pebelajar. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog-teknolog di bidang pembelajaran mengem-bangkan berbagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan setiap pebelajar sesuai dengan karakteristiknya.
Dalam upaya itu, teknolog berkerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori-teori tentang berbagai media pembelajaran melalui penelitian ilmiah, dilanjutkan dengan pengembangan disainnya, produksi, evaluasi dan memilih media yang telah diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya, mengembangkan prosedur penggunaannya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat kelas maupun pada tingkat yang lebih luas lagi (diseminasi).
Semua kegiatan ini dilakukan oleh para teknolog dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu media hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh pebelajar yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap pebelajar akan amat dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajarnya.
Media pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran memiliki enam manfaat potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran, yaitu:
a. Meningkatkan produktivitas pendidikan ( Can make education more productive).
Dengan media dapat meningkatkan produktivitas pendidikan antara lain dengan jalan mempercepat laju belajar siswa, membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik dan mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar siswa.
b. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual (Can make education more individual).
Pembelajaran menjadi lebih bersifat individual antara lain dalam variasi cara belajar siswa, pengurangan kontrol guru dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan kesempatan belajarnya.
c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran ( Can give instruction a more scientific base).
Artinya perencanaan program pembelajaran lebih sistematis, pengembangan bahan pembelajaran dilandasi oleh penelitian tentang karakteristik siswa, karakteristk bahan pembelajaran, analisis instruksional dan pengembangan disain pembelajaran dilakukan dengan serangkaian uji coba yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
d. Lebih memantapkan pembelajaran (Make instruction more powerful).
Pembelajaran menjadi lebih mantap dengan jalan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi dengan melalui berbagai media komunikasi, di mana informasi dan data yang diterima lebih banyak,lengkap dan akurat
e. Dengan media membuat proses pembelajaran menjadi lebih langsung/seketika (Can make learning more immediate).
Karena media mengatasi jurang pemisah antara pebelajar dan sumber belajar, dan meng-atasi keterbatasan manusia pada ruang dan waktu dalam memperoleh informasi, dapat menyajikan “kekongkritan” meskipun tidak secara langsung.
f. Memungkinkan penyajian pembelajaran lebih merata dan meluas (Can make access to education more equal).
D.Landasan Empirik Media Pembelajaran
Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi antara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik pebelajar dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya bahwa pebelajar akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya. Pebelajar yang memiliki gaya visual akan lebih mendapat keuntungan dari penggunaan media visual, seperti film, video, gambar atau diagram; sedangkan pebelajar yang memiliki gaya belajar auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti rekaman, radio, atau ceramah guru.
Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik individual pebelajar, menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media hendaknya jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenangan guru, tetapi dilandaskan pada kecocokan media itu dengan karakteristik pebelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar